Jumat, 20 Januari 2017

pengertian NKRI



Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

 Image result for gambar peta indonesia

A.    Pengertian Bangsa dan Negara
Bangsa adalah sekumpulam manusia yang bersatu pada suatu wilayah dan mempunyai keterikatan dengan wilayah tersebut. Terbentuknya bangsa karena ada persamaan nasib dan sejarah, sehingga menimbulkan persatuan dalam suatu komunitas masyarakat. Persamaannya meliputi aspek:
1.      Bahasa
2.      Budaya
3.      Agama
4.      Tradisi
Negara adalah suatu daerah/ wilayah yang didalamnya terdapat pemerintah yang mengatur, dan rakyatnya.
Sumber hukum terbentuknya NKRI adalah Pancasila, UUD 1945, dan proklamasi kemerdekaan.
B.     Unsur-unsur negara
1.      Rakyat
2.      Wilayah
3.      Pemerintah yang berdaulat

C.     Wilayah NKRI

 Image result for gambar letak indonesia secara geografis



1.      Letak Indonesia secara geografis
Yaitu letak Indonesia berdasarkan kenyataan letak dimuka bumi. Letak Indonesia yaitu diantara dua samudra (samudra pasifik dan samudra hindia) dan diantara dua benua ( benua Asia dan benua Australia)
2.      Letak Indonesia secara astronimis
Yaitu letak Indonesia berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Garis Lintang yaitu garis khayal yang membagi bumi bagian utara dan bumi bagian selatan. Garisbujur yaitu garis khayal yang membagi bumi bagian barat dan bagian timur.
      Letak Indonesia yaitu diatara 6 derajat LU-11 derajat LS dan 95 derajat BT-141 derajat BT. Sebagian besar wilayah Indonesia adalah perairan atau lautan, untuk itu Indonesia disebut Negara Maritim.
D.    Batas-batas Wilayah Indonesia.
1.      Batas daratan
Utara yaitu Srawak Malaysia timur
Selatan yaitu Timur Leste
Timur yaitu Papua Nugini
2.      Batas udara
Batas horisontal wilayah udara suatu negara adalah batas wilayah daratan ditambah batas wilayah perairan. Batas wilaya h Indonesia (secara horisontal) dalah titik terluas batas wilayah yang ada dibawahnya
3.      Batas wilayah perairan
a.       Perairan nusantara yaitu semua laut dan selat yang menghubungkan pulau-pulau wilayah Indonesia.
b.      Laut teritorial yaitu 12 mil dari titik terluas pulau ke laut bebas.
c.       Batas landas kontinental yaiutu 200 mil dari garis dasar kelaut bebas dengan kedalaman tidak lebih dari 200 m
d.      Zona Ekonomi Ekslusif (zee) ditetapkan pada tanggal 21 maret 1980. Isinya adalah
1)      Jalur laut wilayahIndonesia yaitu 200 mil yang diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia.
2)      Pemerintah Indonesa berhak melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam baik hayati maupun non hayati.
3)      Pemerintah memilki kebebasan melakukan pelayaran dan penerbangan sesuai prinsip-prinsip hukum internasional.
Jadi dapat disimpulakan bahwa batas wilaya perairan Indonesia yaitu
ü  Barat yaitu Samudra Hindia
ü  Utara yaitu Laut Cina selatan dan Filiphina, Samudra Pasifik
ü  Selatan yaitu Samudra Hindia dan Australia
ü  Timur Samudra Pasifik
Image result for batas wilayah indonesia sebelah utara

Selasa, 17 Januari 2017

artikel pendidikan

                            PENTINGNYA SEMANGAT UNTUK BELAJAR


Untuk menambah wawasan bagi yang bekerja di sektor pendidikan, membaca beberapa contoh artikel pendidikan menjadi pilihannya. Apalagi dengan kemajuan teknologi saat ini telah membawa kemudahan untuk kita mencari informasi termasuk juga masalah di dunia pendidikan. Tidak hanya para pendidik, orang tua murid pun kini juga membutuhkan pengetahuan tersebut. Pesatnya perkembangan di bidang pendidikan sering kali membuat orang tua siswa bingung dengan perubahan drastis itu. Karena kebanyakan dari mereka merasa pendidikan saat ini sangat berbeda dengan pendidikan di zaman mereka.

Banyak topik yang dibahas di beberapa contoh artikel pendidikan. dari banyaknya topik yang dibahas, pembaca paling suka untuk menikmati ulasan artikel pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan anak, masalah pendidikan di Indonesia, model pembelajaran inovatif, strategi belajar mengajar, serta teori-teori terbaru di bidang pendidikan.
Jika saat ini Anda sedang mencari contoh artikel pendidikan yang berkaitan dengan aktivitas anak didik, berikut ini contoh yang tepat untuk Anda jadikan bacaan di waktu senggang. Semoga dengan bacaan ini dapat membuka wawasan Anda mengenai semangat belajar anak dan hal-hal lainnya.

Contoh Artikel Pendidikan – Tips Menumbuhkan Semangat Belajar Anak
Pada dasarnya manusia merupakan makhluk pembelajar. Sebagai contoh, bayi di masa petumbuhannya akan mengalami proses miring, tengkurap, merangkak, berjalan dan akhirnya berlari. Hal ini semua bisa mereka lalui karena mereka belajar untuk bisa melakukannya. Tidak ada orang yang memberikan pelajaran bagaimana cara merangkak, atau cara berdiri. Ketika waktunya sudah tiba, maka anak akan belajar sendiri untuk melakukannya.

Pada masa-masa pertumbuhannya, orang tua atau orang-orang terdekat, sering melarang bayi ketika memegang sesuatu. Seperti contoh ketika bayi di usia satu tahun, mereka sering memasukkan barang ke mulutnya. Atau ketika mereka melihat sebuah benda, dan mereka ingin memegangnya, orang tua sering melarang anak melakukannya. Sayangnya banyak yang tidak menyadari cara mereka melarang anak keliru, seperti membentak dan memberikan alasan yang tidak jelas. Akibat dari perilaku keliru ini bisa saja membuat anak malas untuk belajar ke depannya. Ketika anak memasuki usia sekolah, anak sangat susah untuk diajak belajar mengenal huruf dan angka atau belajar hal-hal lainnya.


Anehnya ketika anak ditanya masalah apa yang mereka senangi, mereka akan menjawab dengan antusias. Sebagai contoh jika dia suka dengan permainan sepakbola dan menyukai salah satu klub, mereka akan menjawab dengan lantang. Bahkan mereka sangat hafal dengan apa yang berkaitan dengan klub tersebut baik nama pemain, nomor punggung, bahkan pelatihnya.
Dengan bukti tersebut, bisa disimpulkan bahwa anak tidaklah bodoh. Anak dilahirkan dengan kemampuan otak yang sama sehingga tidak ada kata anak bodoh dan pintar. Hanya saja perlakuan yang keliru ketika anak dalam masa pertumbuhan seperti yang digambarkan di ataslah yang membuat anak menjadi malas belajar. Lalu bagaimana menumbuhkan semangat belajar pada anak dengan kondisi seperti ini? Ada beberapa tips yang dapat Anda lakukan untuk membuat anak menjadi pribadi yang rajin dalam belajar.

Dimulai dari Orang Tua
Tidak dipungkiri bahwa waktu seorang anak banyak dihabiskan dengan orang tuanya terutama sang ibu. Jadi Anda sebagai orang tua harus memulai mengubah hal-hal buruk yang mungkin bisa menjadi contoh yang kurang baik untuk anak. Contohnya, Anda meminta mereka untuk belajar tapi Anda malah asyik melihat sinetron. Tidak mungkin anak akan memiliki semangat belajar karena Anda sudah memberi contoh yang kurang baik. Hindari juga memerintah dengan kata yang kasar atau kekerasan fisik seperti mencubit. Hal itu bukan memberikan efek baik tapi anak malah trauma dan membuatnya menjadi pribadi yang pendiam dan tidak percaya diri.
Ajaklah anak untuk belajar dengan cara yang baik. Lebih baik lagi jika Anda mendampinginya dan mengajarkan dengan cara yang menyenangkan. Di usia ini, anak masih dengan dunia permainan. Cobalah untuk mengajak mereka belajar tapi dibalut dengan permainan. Sehingga mereka tidak menyadari bahwa mereka sedang belajar melainkan sedang bermain.

Tanya Aktivitasnya di Sekolah
Ketika anak pulang dari sekolah, cobalah tanyakan apa aktivitas yang membuat dia senang ketika di sekolah. Otomatis anak akan bercerita mengenai kegiatan apa saja yang membuatnya senang hari itu. Dengan mengajak anak bercerita hal-hal positif ini, akan menanamkan ke jiwa anak bahwa sekolah merupakan tempat yang menyenangkan.
Selain itu, mengajak mereka bercerita juga membuat daya ingat mereka cukup bagus. Bisa jadi dengan aktivitas bertanya yang cukup simpel ini, membuat anak memiliki hobi bercerita. Tidak hanya bercerita kepada Anda dan keluarga, mereka bisa bercerita di hadapan banyak orang. Hal ini bisa menumbuhkan bakat anak yang dapat membuat mereka menjadi anak yang percaya diri dan tidak minder.

Sugesti Positif
Sugesti positif yang diberikan kepada anak, saat mereka tidur adalah waktu yang tepat. Ketika anak akan tidur, biasanya ibu akan membacakan cerita terlebih dahulu. Ketika anak sudah terlelap di alam mimpi, bisikkan di telinga mereka bahwa belajar merupakan kegiatan yang menyenangkan, tidak kalah menyenangkan dengan aktivitas bermain. Sugesti ini memang diberikan kepada anak dalam posisi tidur. Tapi kata-kata yang dibisikkan ini dapat direkam oleh otak dan masuk ke dalam lubuk hati yang paling dalam. Apalagi mengucapkannya dengan penuh kasih sayang, maka tanpa mereka sadari sugesti itu masuk ke dalam alam bawah sadarnya.
Sugesti ini juga bisa diberikan ketika anak dalam keadaan sadar. Ketika anak membuat sesuatu, berilah mereka pujian. Misalnya ketika dia menggambar, katakan dengan antusias bahwa gambar mereka bagus. Meskipun gambarnya hanya sekumpulan garis tak berbentuk, dengan memberikan pujian itu anak akan merasa dihargai apa yang mereka lakukan. Penghargaan itu akan membuat anak memiliki rasa percaya diri. Jika anak memberikan hasil gambarnya dan Anda mengatakan dengan sedikit kasar gambar apa ini, bisa jadi mereka akan menjadi pribadi yang pemalu dan minder untuk tampil di depan orang.

Pelajaran dan Kegunaannya
Ketika mereka belajar sesuatu, jelaskan bahwa ilmu yang mereka pelajari memiliki kegunaan untuk hidupnya. Seperti belajar menghitung, bisa membuat anak menghitung jumlah mainan yang mereka miliki. Ketika belajar bahasa Inggris, mereka tidak perlu kebingungan mengerti apa maksud sebuah percakapan ketika melihat film kartun kesukaan mereka. Dengan memberikan gambaran kegunaan dari sebuah pelajaran, maka semangat sang anak dalam belajar dapat mengalami peningkatan hari demi hari




makalah estetika budaya




ESTETIKA BUDAYA INDONESIA


Di ajukanUntukMemenuhiTugas Mata Kuliah
Bahasa Indonesia






Di susunoleh:
SitiKhoirotunNisa’


PROGAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-AZHAR
MENGANTI-GRESIK
2016

KATA PENGANTAR


            Alhamdulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan kepada kita hidayah dan taufiq-Nya, sembari diiringi doa, shalawat dan salam kita haturkan kepada Baginda Rasulullah Saw. Semoga kita semua mendapatkan syafa’atnya di yaumil akhir nanti.
            Ucapan terima kasih kami kepada, Bapakdosen dan ibu dosenpembimbing yang telah memberikan tanggapan positif sehingga saya dapat membuat makalah ini. Meskipun masih banyak kekurangan, kesalahan, kekhilafan serta kejanggalan-kejanggalan lainnya, baik dari peletakan huruf maupun susunan kata. Oleh sebab itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari teman-teman semua terutama dari Bapakdosendan ibu dosen pembimbing. Dalam penulisan ini seandainya ada kesalahan, maka semata-mata dari diri kami sendiri dan jika ada baiknya, maka itu datangnya dari Allah SWT. Mudah-mudahan makalah singkat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


Gresik, 18 Oktober 2016



Penulis

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang...................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................................. 1
C.     Tujuan.................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.    Estetika Budaya.................................................................................................... 2
B.     Keindahan dan Budaya......................................................................................... 3
C.     Keindahan Budaya Masyarakat Jawa................................................................... 4
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan.......................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 14
 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain. Dengan kata lain manusia tidak dapat hidup sendiri dan manusia satu dengan yang lainnya saling ketergantungan, serta hidup secara berkelompok  membentuk suatu masyarakat yang memiliki cara hidup dan kebiasaannya sendiri. Cara hidup dan kebiasaan masyarakat tersebut kemudian melahirkan suatu kebudayaan, maka manusia kemudian memiliki suatu kebudayaan.
Kebudayaan itu sendiri dapat didefinisikan sebagai hasil cipta dan rasa manusia. Suatu kebudayaan hanya berlaku pada kelompok masyarakat tertentu yang semua memiliki nilai estetika tersendiri. Estetika sendiri bersifat subyektif, sehingga tidak dapat dipaksakan. Tetapi yang penting menghargai keindahan budaya yang dihasilkan oleh orang lain. Terkadang beberapa orang masih menganggap budaya Indonesia yang mempunyai nilai tradisional itu kuno. Padahal tradisional itu bukan berarti kuno.
Setiap warisan budaya Indonesia mempunyai nilai-nilai yang diturunkan dari zaman dahulu, akan tetapi budaya bersifat dinamis dimana dapat mengikuti tuntutan perkembangan zaman. Maksutnya disini bukan berarti nilai-nilai yang terkandung dalam budaya tersebut dapat berubah tetapi tampilan dalam menyajikan budaya yang diubah sesuai dengan tuntutan gaya perkembangan zaman.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah estetika budaya itu?
2.      Bagaimana hubungan estetika dan budaya?
3.      Bagaimana keindahan budaya masyarakat Jawa?
C.    Tujuan
1.      Mengetahui apa arti estetika budaya.
2.      Mengetahui bagaimana hubunga estetika dan budaya.
3.      Mengetahui keindahan budaya masyarakat Jawa
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Estetika Budaya
Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni.
1.      Konsep Keindahan
Kata keindahan berasal dari kata indah, artinya bagus, permai, cantik, elok, molek, dan sebagainya. Indah merupakan konsep konkret hasil  anggapan terhadap suatu objek. Indah dalam bahasa yunani disebut aesthesis, diserap kedalam bahasa Indonesia disebut estetis, artinya sifat indah, yaitu nilai kualitas dari suatu objek. Sedangkan keindahan sendiri akan mempunyai makna yang abstrak jika tidak dihubungkan dengan suatu objek atau bentuk.Benda yang mempunyai sifat indah ialah segala hasil seni, pemandangan alam, manusia, rumah, tatanan, perabot rumah tangga, suara, warna, dan sebaginya. Kawasan keindahan bagi manusia sangat luas, seluas keanekaragaman manusia dan sesuai pula dengan perkembangan peradaban teknologi, sosial, dan budaya. Karena itu keindahan dapat dikatakan, bahwa keindahan merupakan bagian hidup manusia. Keindahan tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Dimanapun kapan pun dan siapa saja dapat menikmati keindahan. Keindahan identik dengan kebenaran. Keduanya mempunyai nilai yang sama yaitu abadi, dan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah. Yang tidak mengandung kebenaran berarti tidak indah. Sudah tentu kebenaran disini bukan kebenaran ilmu, melainkan kebenaran menurut konsep seni. Dalam seni, seni berusaha memberikan makna sepenuh-penuhnya mengenai obyek yang diungkapkan. Keindahan juga bersifat universal, artinya tidak terikat oleh selera perseorangan, waktu dan tempat, selera mode, kedaerahan atau lokal.


2.      Sifat Keindahan
Sifat keindahan bersumber dari unsur rasa yang ada dalam diri   manusia, yang memberi pertimbangan bahwa keindahan adalah kebaikan dan dibenarkan oleh akal. Sifat-sifat keindahan antara lain.
a.                   Keindahan itu kebenaran (bukan tiruan)
b.                   Keindahan itu abadi (tidak pernah dilupakan)
c.                   Keindahan mempunyai daya tarik (memikat perhatian orang,
menyenangkan, tidak membosankan)
d.                  Keindahan itu universal (tidak terikat dengan selera perseorangan,
waktu dan tempat)
e.                   Keindahan itu wajar (tidak berlebihan dan tidak pula kurang atau
menurut apa adanya)
f.                    Keindahan itu kenikmatan (kesenangan yang memberikan
kepuasan)
g.                   Keindahan itu kebiasaan (dilakukan berulang-ulang. Yang tidak bisa
dan tidak indah namun karena dilakukan berulang-ulang sehingga
menjadi biasa dan indah)

B.     Keindahan dan Budaya
Hubungan dengan Kebudayaan Dalam hal keindahan, terdapat hubungan antara estetis dan kebudayaan.Estetis adalah rasa yang terdapat dalam diri manusia sebagai unsur budaya, sedangkan kebudayaan adalah pantulan dari estetis dalam diri manusia, baik yang berupa sikap dan perilaku maupun yang berupa karya cipta.
Apabila dalam diri manusia sudah terbiasa berkembang rasa keindahan, setiap wujud penampilannya selalu menyenangkan, menggembirakan, menarik perhatian, dan tidak membosankan orang lain.
Dalam kebudayaan terdapat keindahan yang senantiasa dipelihara kelestarian dan kelangsungannya, misalnya kehalusan tutur bahasa kerapian cara berpakaian, dan kemegahan prasasti-prasasti peninggalan nenek moyang dan lain sebagainya. Maka manusia harus benar- benar menjaga kelestarian keindahan, karena keindahan menentukan kelestarian dan kelangsungan suatu kebudayaan.
Secara hubungan jelas keindahan selalu hadir di setiap kebudayaan, begitu pula di dalam kebudayaan pasti mempunyai nilai-nilai keindahan, sehingga keindahan dalam kebudayaan selalu terikat dan menyatu padu secara erat sehingga lahirlah kebudayaan yang terlihat indah. Keindahan dalam kebudayaan merupakan keindahan sebagai salah satu sifat manusia dalam karya cipta manusia.
Didalam kebudayaan apapun pasti memiliki nilai keindahan, karena di dalamnya memiliki nilai estetika enak di pandang, dan didalamnya kebudayaan memiliki keindahan yang mewakili sifat- sifat dari keindahan tersebut.
Kebudayaan merupakan suatu kekayaan yang sangat benilai karena selain merupakan ciri khas dari suatu daerah juga mejadi lambang dari kepribadian suatu bangsa atau daerah. Serta kebudayaan merupakan suatu yang agung dan mahal, tentu saja karena ia tercipta dari hasil rasa, karya, karsa, dan cipta manusia yang kesemuanya merupakan sifat yang hanya ada pada manusia.

C.    Keindahan Budaya Masyarakat Jawa
Indonesia sebagai Negara yang  memliki masyarakat majemuk dengan berbagai suku bangsa telah melahirkan banyak kebudayaan yang sangat digemari di dalam maupun luar negeri.  Keseniantradisionalbegitumelekatpadasetiapdaerah yang menonjolkankeasliandaerahmasing-masing. Aceh terkenaldengantariSaman yang menggambarkankekompakkandanketeraturanpuji-pujiankepada Sang Khalik. BetawisemakinsemarakdengankemeriahanOndel-ondelnya. Tarikecak Bali memberidayatarikwisatawanbaik local maupunasingsedangkan Gamelan Jawaturutmemperkayakhasanahmusik Nusantara yang tidaktanggung-tanggungternyatasangat popular sampaikeluarnegri. Semuakesenian yang bernilaiestetiktinggitersebutmerupakankekayaansenibudaya Indonesia yang perludilestarikandandipertahankan demi menjagaidentitas Negara kita.
Terlepasdaribegitubanyaknyakekayaansenibudaya Indonesia, keseniandankebudayaanJawa  munculsebagaisalahsatukebudayaan Indonesia yang paling menonjol. Sebagaimana yang telahdisebutkanpadababsebelumnya, MasyarakatJawasangatmenjunjungtingginilaitradisiKejawennya.Padawaktuitudanmungkinsampaisekarang, masyarakatJawamasihmempertahankantindaklaku yang alustetapimasihmempunyainilaiseni. Segalabentukupacaraadatnyasaratakannilaietikasebagaituntunandanestetikasebagaitontonan. JawaadalahmilikMasyarakatJawadanmilikbangsa. BagaimanapunJawamerupakankampunghalaman orang Indonesia danEstetika  Jawamerupakanbagiandarikekayaansenibudaya Indonesia.
Kebudayaan Jawa sebagai bagian kebudayaan Nusantara memiliki sistem pengetahuan, kepercayaan, dan nilai yang khas untuk pedoman warga masyarakat pendukungnya dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya. Termasuk di dalamya adalah kebutuhan kesenian atau pengungkapan rasa keindahan. Sistem-sistem itu, langsung atau tidak, disadari atau tidak, menjadi sumber dasar yang melandasi, menjiwai, memotivasi, mengilhami, mempengaruhi, atau menjadi standardisasi, dalam memenuhi kebutuhan ekspresi seni warga masyarakatnya. Dalam kekhasan budayanya itu, sebagai bagian kebudayaan Nusantara secara tradisional , masih tetap bersifat mistis-religius. Apalagi jika dikaitkan dengan corak kehidupan masyarakatnya yang agraris, orientasi budaya yang bersifat mistis-religius, sampai sekarang masih dapat dirasakan, ditelusuri, atau dilihat dalam konteks kehidupan tradisi masyarakat Jawa.
Pertama, sesuatu yang indah itu, dalam pandangan budaya Jawa, jika memperlihatkan adanya nilai keteraturan. Keteraturan itu, bukan hanya dalam kaitan dengan masalah keindahan atau kesenian saja, namun dalam segala hal orang Jawa harus bisa hidup teratur. Dengan kata lain seseorang belum dapat disebut njawani atau durung Jawa jika tidak teratur, semrawut, atau acak-acakan. Untuk dapat memperoleh kesejahteraan atau keselamatan, maka segala sesuatunya harus dilakukan atau dibuat secara teratur. Pandangan ini sesungguhnya bersumber dari nilai budaya kosmologis, yakni pengetahuan atau pandangan orang Jawa tentang jagat raya atau alam semesta.
Secara sederhana, yang dimaksud dengan istilah kosmos atau jagat adalah alam semesta yang teratur. Kosmologi adalah kajian tentang kosmos yang berkaitan dengan kosmogoni atau mite mengenai penciptaan dunia atau alam semesta dan manusia.[1] Dalam pengertian ini tercakupi mengenai hal-hal yang berkenaan dengan asal mula atau alam semesta, yaitu siapa penciptanya dan bagaimana alam semesta itu diciptakan.Gambaran vertikal mengenai pembagian alam semesta ini, dalam bangunan rumah joglo, dapat dilihat pada atapnya yang memiliki tiga susunan kemiringan yang dapat diinterpretasikan sebagai tiga susunan dunia atas. Sedangkan tujuh susunan langit diungkapkan dalam tujuh tingkat tumpangsari. Bagian pendopo, menghadirkan dunia tengah, untuk kawasan kegiatan manusia, dan pondasi batu umpak adalah sebagai ungkapan dunia bawah. Dunia atas untuk para dewa, dunia bawah untuk para setan, dan dunia tengah untuk manusia.
Menurut pandangan orang Jawa, dunia gaib merupakan misteri kekuasaan yang mengelilingi kehidupan mereka sehingga mereka sangat tergantung dari kekuasaan alam gaib tersebut. Pandangan ini memperlihatkan bahwa secara umum, orang Jawa percaya bahwa segala sesuatu di dunia ini hakikatnya merupakan kesatuan hidup. Kehidupannya senantiasa terkait erat dengan alam raya. Manusia memiliki kewajiban moral menjaga keselarasan dan keseimbangan hidup dengan segala tatanan yang dilambangkan dalam susunan alam semesta. Melawan tatanan merupakan suatu dosa dan sekaligus mengacaukan keselarasan dan keseimbangan yang akan membawa suatu penderitaan
Nilai keteraturan, yang bersumber dari pandangan kosmologis tersebut, dalam kesenian tradisional Jawa sangatlah diperlukan, baik dalam tata rupa, tata gerak, dan tata bunyi atau tata sastra lainnya. Orang Jawa sulit memahami, merasakan, atau menerima suatu sajian tata rupa, tata gerak, tata bunyi, atau tata sastra yang ruwet, acak-acakan, dan semaunya sendiri. Semakin runtut dan teratur suatu sajian seni apa pun, semakin enak dinikmati atau dirasakan nilai keindahannya. Seperti kesenian berikut ini:

1.      Wayang Kulit
Pementasan wayang kulit ini, dalam semua aspek yang terkait di dalamnya, semuanya diproses atau dipentaskan secara teratur mulai aspek tata rupanya, tata waktunya, tata suara, tata musiknya, tata sinarnya, dan tata ceritanya. Cerita wayang kulit diambil dari cerita mahabarata dan ramayana. Para pemainnya adalah boneka yang berwujud kulit yang dipahat secara halusdan diberi cat dengan warna indah sesuai karakter masing-masing. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang. Dalang memainkan wayang tersebut didepan layar atau kain putih yang dibentangkan yang disebut kelir. Penerangannya menggunakan lampu. Ketika dimainkan didepan layar, penonton hanya melihat bayangannya saja kerena penonton melihat dari balik kain. Dibelakang dalang ada para penabuh dan juga para penyanyi.Dari keteraturan itulah pementasan wayang kulit dapat dinikmati dan dirasakan keindahannya.
2.      Reog
Reog adalah sandiwara lawak dari Jawa Timur yang dimainkan oleh beberapa orang, yang keluar secara bersamaan sambil memainkan kendang dog-dog yang diikatkan di pinggang mereka. Kemudian mereka membuat lawakan sindiran bagi kehidupan masyarakat sekarang yang buruk. Improvisasi lawakan tersebut diselingi dengan nyanyian dan permainan gendang yang memberi nilai keindahan tersendiri bagi yang melihat. Pertunjukan ini tidak menggunakan panggung atau stage.
3.      Calung
Calung adalah sandiwara lawak yang berasal dari Jawa Barat  yang dalam pemainannya para pemainnya berperan sebagai orang kampung yang melakukan ronda malam. Tata busana mereka seperti orang-orang yang sedang ronda, yaitu dengan membawa tong-tong. Seorang pemuda muncul dengan memanggil teman-temannya, lalu satu persatu temannya muncul dan akhirnya mereka menyanyi dengan diiringi orkes tong-tong kemudian lagu tau nyanyian mereka diselingi improvisasi lawakan atau humor. Penampilan mereka sangat sederhana dan mencermikan pikiran dan kebiasaan orang kampung
Hal serupa juga terjadi dalam pementasan tari klasik tradisional Jawa, musik karawitan Jawa, bangunan rumah tradisional Jawa (Joglo), atau dalam peristiwa-peristiwa budaya seperti upacara adat dan keagamaan yang di dalamnya tersajikan aktivitas berkesenian.
Kedua, nilai keindahan itu terdapat atau terletak pada sesuatu yang diposisikan, diletakkan, ditempatkan sesuai dengan peran, fungsi, atau kategorinya. Hal ini sejalan dengan ungkapan tradisional Jawa yang berbunyi empan papan . Artinya segala sesuatu yang dilakukan, ditempatkan, diposisikan, tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan peran, fungsi, atau kategorinya, maka sebaik apa pun hal itu, ia menjadi jelek, tidak layak, atau ora pantes. Oleh sebab itu, aspek penataan, penempatan, atau pemanfaatan suatu benda atau hal, termasuk karya seni menjadi penentu nilai keindahannya. Hal ini jika ditelusuri, sesungguhnya bersumber dari nilai budaya sistem kategori. Sistem kategori dalam budaya Jawa ini dapat dilihat dalam sistem klasifikasi simbolik. Sistem ini mengatur posisi, peran, atau pembagian sesuai dengan apa yang secara tradisional terjadi dalam kehidupan masayarakat Jawa.
Disadari atau tidak, dalam kehidupannya, orang seringkali melakukan penggolongan atau mengklasifikasikan sikap dan tindakan-tindakan tertentu yang dianggap bermakna dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup menurut kebudayaannya. Orang Jawa, misalnya, tidak akan bertindak gegabah seakan-akan masalahnya terbatas pada dimensi sosial alamiah saja. Bahkan dalam beberapa unsur kebudayaan, seperti bahasa dan komunikasi, kesenian dan kesusasteraan, keyakinan keagamaan, dan ilmu gaib penggunaan sistem klasifikasi simboliknya tampak begitu menonjol.
sistem klasifikasi simbolik orang Jawa didasarkan pada dua, tiga, lima, dan sembilan kategori. Sistem yang didasarkan pada dua kategori dikaitkan dengan hal-hal yang berlawanan, bermusuhan, atau saling membutuhkan. Lebih lanjut sistem kategori yang dualistik (oposisi binari) ini berkembang menjadi sistem ganda-tiga dengan kategori ketiga sebagai pusat yang menetralkan kedua pihak agar seimbang, misalnya dunia atas, bumi, dan dunia bawah.
Selain sistem klasifikasi dualistik dan ganda-tiga ini, orang Jawa juga mengenal sistem-sistem yang berdasarkan lima kategori, misalnya sistem pembagian keempat kategori keempat arah mata angin dan yang kelima di tengah-tengahnya, sistem mancapat , hari pasaran Jawa (legi, pahing, pon, wage, dan kliwon) yang dihubungkan dengan timur, selatan, utara, dan tengah atau dihubungkan dengan warna putih, merah, kuning, hitam, dan campuran di tengahnya. Sistem klasifikasi simbolik yang terakhir adalah pembagian kategori dalam sembilan kategori, yang mengkonsepsikan keempat arah mata angin menjadi delapan bagian dengan pusatnya sebagai kategori sembilan. Di daerah Pesisir, makna angka sembilan seringkali dinyatakan dalam konsep Walisanga.
Dalam kaitan dengan kesenian, sistem kategori tersebut menjadi penting, terutama untuk menentukan, misalnya, dalam tata penempatan, tata ruang, tata waktu, tata rupa dan warna, dan tata bertutur kata (unggah-ungguh basa). Orang Jawa tahu menempatkan hal-hal atau barang-barang apa saja yang seharusnya diletakkan di dalam dan di luar, di kanan dan di kiri, di atas dan di bawah. Anggapan semacam tabu (ora ilok), jelek, atau ora pantes jika sesuatu yang semestinya berada di dalam ditempatkan di luar atau sebaliknya dan demikian seterusnya. Misalnya, sebagus apa pun suatu tarian rakyat, tidaklah patut jika dipentaskan di dalam kraton atau sebaliknya seelok apa pun tarian klasik kraton akan menjadi tidak pantas jika dipentaskan di luar kraton. Hal ini karena masing-masing memiliki tempat, posisi, peran, atau fungsinya sendiri-sendiri.
Dalam hal tata ruang, sistem kategori tersebut penting diperhatikan pada seni arsitektur tradisional, misalnya dalam penempatan ruang tamu, keluarga, kamar, dapur, WC dan kamar mandi. Misalnya sebagus apa pun perwujudan suatu WC, kamar mandi, atau dapur jika diletakkan di bagian depan, maka bagi orang Jawa hal ini merupakan sesuatu yangora elok, ora pantes, atau saru. Ini karena hal tersebut dalam sistem klasifikasi simbolik termasuk dalam kategori bagian belakang, kiri atau kotor.
Dalam hal tata waktu, penempatan atau penyajian suatu karya seni, juga harus diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap pantas atau tidaknya penempatan atau penyajiannya. Misalnya seindah apa pun suatu busana ritual satu tradisi tertentu akan menjadi tidak indah jika dipakai atau disajikan bukan pada waktunya karena waktu menjadi penentu profan atau sucinya sesuatu. Ambil contoh busana batik motif sido mukti atau sido luhur hanya cocok dan patut dipakai oleh sepasang pengantin pada waktu ritual perkawinan, di luar itu menjadi tidak pas bila dikenakan. Dalam pertunjukan wayang kulit semalam suntuk ada tata waktu kapan suatu lakon atau pola iringan/irama musik (pathet gamelan) disajikan. Merupakan suatu hal yang janggal, aneh, tidak pantas jika hal itu tidak ditaati.
Dalam hal tata rupa dan warna, sistem kategori ini sangatlah perlu diperhatikan, terutama pada wayang kulit. Masing-masing tokoh wayang menempati wilayah simbolik tertentu dalam sistem klasifikasi simbolik Jawa, sehingga perbentukan dan pewarnaannya pun harus menyesuaikan dengan tatanan yang sesuai dengan wilayah simbolik tersebut. Sebagai contoh tidaklah mungkin bentuk tokoh satria digambarkan dalam bentuk raksasa dan begitu sebaliknya. Dalam hal pewarnaan, masing-masing warna menempati wilayah simbolik dalam penggambaran suatu tokoh tertentu.[2]
Dari pemberian contoh singkat tersebut terlihat betapa nilai suatu keindahan (kepantasan, kepatutan, atau keelokan) dalam perspektif budaya Jawa, tidak hanya berhenti pada aspek intrinsik dari suatu gejala kesenian tertentu, tetapi juga ditentukan oleh bagaimana gejala itu dimanfaatkan, diperankan, diposisikan , atau ditempatkan. Artinya belumlah lengkap nilai keindahan dari suatu gejala kesenian jika hanya dilihat pada aspek intrinsiknya saja.
Ketiga, dalam perspektif budaya Jawa, keindahan suatu hal atau karya seni, haruslah memperlihatkan nilai harmoni. Nilai harmoni akan memberikan kesan tenang, tenteram, damai, cocok, selaras, serasi, dan seimbang dalam persepsi estetis seseorang yang menikmatinya. Harmoni merupakan salah satu orientasi penting kehidupan orang Jawa yang harus dapat diimplementasikan dalam seluruh aspek kehidupannya. Agar hidup memperoleh keselamatan dan kesejahteraan lahir batin, orang harus dapat menjalin hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang dengan sesama, dengan lingkungan alam, dan dengan kekuatan-kekuatan gaib lainnya penguasa atau pencipta alam semesta.
Prinsip gotong royong, saling membantu, “mengalah” (dalam ungkapan tradisonal Jawa disebut dengan istilah wani ngalah luhur wekasane), menghormati dan menjaga perasaan orang lain, merupakan contoh pedoman untuk menjaga dan menjalin hubungan dengan sesama agar mendapatkan keselamatan, kesejahteran, ketenangan, ketenteraman kedamaian, keselarasan, keserasian hidup. Segala hal yang menimbulkan konflik atau pertentangan diupayakan untuk dihindari dalam kehidupan sosial orang Jawa. Konflik atau pertentangan dirasakan dan dipercaya akan menimbulkan ketidaknyamanan dalam menjalani hidup dan kehidupan. Lebih parah lagi dapat menimbulkan kesengsaraan dan membawa petaka. Ungkapan-ungkapan tradisional Jawa yang lain seperti mikul duwur mendem jero, ngono yo ngono neng ojo ngono, sakmadya, sakcukupe, atau aja ngaya, memiliki makna sebagai strategi untuk menjaga hubungan agar tetap dan memperoleh harmoni. Pendek kata nilai harmoni menjadi penting dalam sistem kehidupan orang Jawa untuk mencapai keselamatan dan kesejahteraan hidup.
Pandangan hidup yang berorientasi menuju harmoni tersebut, secara simbolik terekspresikan dalam kesenian tradisional Jawa. Keharmonian suatu karya seni amat menentukan nilai keindahannya. Tata rupa-warna, tata bunyi, tata suara, tata gerak, tata sastra dalam kesenian Jawa amat memperhatikan nilai harmoni ini. Harmoni menjadi penting dalam upaya mendapatkan kesan kesatuan antaraspek atau unsur yang ada dalam suatu gejala kesenian. Karena tanpa nilai ini, kesatuan sebagai sebuah karya yang utuh akan sulit dicapai yang pada gilirannya akan menimbulkan kesan tidak nyaman, tidak enak, atau tidak indah dalam persepsi estetis penikmatnya. Itulah sebabnya, jika diperhatikan, karya-karya seni tradisional Jawa berusaha mewujudkan nilai ini melalui pengungkapan bentuk, warna, gerakan, irama, sastra, atau suara yang soft, halus, lembut, lentur, runtut, rancak, dan sejenisnya. Hal-hal yang bersifat keras, kasar, kaku, mencolok, atau yang sejenisnya senantiasa dihindari atau dimanipulasi sedemikian rupa dengan berbagai cara untuk memperoleh kesan selaras atau harmoni ini.
Berdasarkan ketiga bahasan tersebut, setidaknya dapat dikemukakan bahwa karakteristik atau ciri estetika Jawa mencakupi tiga aspek penting, yaitu adanya aspek keteraturan, pemanfaatan atau penempatan, dan harmoni. Suatu hal atau gejala kesenian akan memperlihatkan keindahannya jika memperlihatkan ketiga aspek ini. Konsep ini, sudah tentu, dalam konteks ideal yang bersumber dari pandangan tradisional nilai budaya kosmologis, klasifikasi simbolik, dan orientasi nilai kehidupan budaya Jawa.









BAB II
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Secara sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni.
Dalam kebudayaan terdapat keindahan yang senantiasa dipelihara kelestarian dan kelangsungannya, misalnya kehalusan tutur bahasa kerapian cara berpakaian, dan kemegahan prasasti-prasasti peninggalan nenek moyang dan lain sebagainya. Maka manusia harus benar- benar menjaga kelestarian keindahan, karena keindahan menentukan kelestarian dan kelangsungan suatu kebudayaan.
Karakteristik atau ciri estetika Jawa mencakupi tiga aspek penting, yaitu adanya aspek keteraturan, pemanfaatan atau penempatan, dan harmoni. Suatu hal atau gejala kesenian akan memperlihatkan keindahannya jika memperlihatkan ketiga aspek ini. Konsep ini, sudah tentu, dalam konteks ideal yang bersumber dari pandangan tradisional nilai budaya kosmologis, klasifikasi simbolik, dan orientasi nilai kehidupan budaya Jawa.







DAFTAR PUSTAKA

Endraswara, Suwardi. 2003.Falsafah HidupJawa. Tangerang: Cakrawala.
Koentjarangrat. 1984.Kebudayaan Jawa. Jakarta : Balai Pustaka
Koentjaraningrat. 1986.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Aksara Baru.
Sumardjo, Jakob. 2000.Filsafat Seni. Bandung : ITB.
Sunaryo, Aryo. 1994. “ Warna Wayang : Dari Aspek Mistik, Simbolik, hingga Estetik” dalam :MEDIAFPBS IKIP Semarang. No 1. Th.XVIII.1994.
Suparlan, Parsudi. 1976. “The Javanes Dukun” dalam :Masyarakat Indonesia. Th. Ke-5 No.2.
Tim kesowo. 2006. Seni Budaya SMP/MTs. Sukoharjo: CV kesowo.
Tjahyono, Gunawan. 1989. “ Cosmos, Center, and Duality in Javanese Architecture : The Symbolic Dimention of House Shapes in Kota Gede and Surroundings:Dissertation Ph.D., University of California at Berkeley.




[1]Koentjaraningrat,Pengantar Ilmu Antropologi(Jakarta:Aksara Baru,1984),329.
[2]Aryo Sunaryo tentang,Warna Wayang : Dari Aspek Mistik, Simbolik, hingga Estetik,tahun 1994